BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada abad ke-19, kekuatan-kekuatan besar Eropa
berupaya keras mempertahankan keseimbangan kekuatan di seluruh Eropa, sehingga pada tahun 1900 memunculkan jaringan aliansi
politik dan militer yang kompleks di benua ini.] Berawal tahun 1815 dengan Aliansi Suci antara Prusia, Rusia, dan
Austria. Kemudian, pada Oktober 1873, Kanselir Jerman Otto von Bismarck menegosiasikan Liga Tiga Kaisar (Jerman: Dreikaiserbund)
antara monarki Austria-Hongaria, Rusia, dan Jerman. Perjanjian ini gagal karena
Austria-Hongaria dan Rusia tidak sepakat mengenai kebijakan Balkan, sehingga
meninggalkan Jerman dan Austria-Hongaria dalam satu aliansi yang dibentuk tahun
1879 bernama Aliansi Dua. Hal ini
dipandang sebagai metode melawan pengaruh Rusia di Balkan saat Kesultanan Utsmaniyah terus melemah.[Pada
tahun 1882, aliansi ini meluas hingga Italia dan menjadi Aliansi Tiga.Setelha 1870, konflik Eropa terhindar melalui
jaringan perjanjian yang direncanakan secara hati-hati antara Kekaisaran Jerman
dan seluruh Eropa yang dirancang oleh Bismarck. Ia berupaya menahan Rusia agar
tetap di pihak Jerman untuk menghindari perang dua front dengan Perancis dan
Rusia. Ketika Wilhelm II naik tahta sebagai Kaisar Jerman (Kaiser), Bismarck
terpaksa pensiun dan sistem aliansinya perlahan dihapus. Misalnya, Kaiser
menolak memperbarui Perjanjian Reasuransi dengan Rusia pada tahun 1890. Dua tahun kemudian, Aliansi Perancis-Rusia ditandatangani untuk melawan kekuatan Aliansi Tiga. Pada tahun 1904,
Britania Raya menandatangani serangkaian perjanjian dengan Perancis, Entente Cordiale, dan pada 1907, Britania Raya dan Rusia menandatangani Konvensi Inggris-Rusia. Meski perjanjian ini secara formal tidak menyekutukan Britania Raya
dengan Perancis atau Rusia, mereka memungkinkan Britania masuk konflik manapun
yang kelak melibatkan Perancis dan Rusia, dan sistem penguncian perjanjian
bilateral ini kemudian dikenal sebagai Entente Tiga.
Kekuatan industri dan ekonomi Jerman tumbuh pesat setelah penyatuan dan pendirian Kekaisaran pada tahun 1871. Sejak pertengahan 1890-an sampai seterusnya, pemerintahan
Wilhelm II memakai basis industri ini untuk memanfaatkan sumber daya ekonomi
dalam jumlah besar untuk membangun Kaiserliche Marine (Angkatan Laut Kekaisaran Jerman), yang dibentuk oleh Laksamana Alfred von Tirpitz, untuk menyaingi Angkatan Laut Kerajaan Britania Raya
untuk supremasi laut dunia.[20] Hasilnya, setiap negara berusaha mengalahkan negara lain dalam hal kapal modal. Dengan
peluncuran HMS Dreadnought tahun 1906, Imperium Britania memperluas keunggulannya terhadap
pesaingnya, Jerman. Perlombaan senjata antara Britania dan Jerman akhirnya
meluas ke seluruh Eropa, dengan semua kekuatan besar memanfaatkan basis
industri mereka untuk memproduksi perlengkapan dan senjata yang diperlukan
untuk konflik pan-Eropa. Antara 1908 dan 1913, belanja militer
kekuatan-kekuatan.
1.2 Rumusan Masalah
2.
Negara apa saja yang mengalami teater konflik pada
perang dunia I?
3.
Bagaimana peran front barat dan front timur!
4.
Bagaimana proses perjanjian perdamaian pada perang
dunia I!
1.3 Tujuan
2.
Mengetahui Negara apa saja yang terlibat dalam teater
konflik
3.
Mengetahui peran front barat dan timur dalam perang
dunia I
4.
Mengetahui
proses perdamaian pada perang dunia I
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pembahasan Perang Dunia I
Strategi Blok Sentral mengalami miskomunikasi. Jerman telah berjanji
mendukung invasi Austria-Hongaria ke Serbia, namun penafsiran maksudnya
berbeda. Rencana penempatan pasukan yang sebelumnya diuji telah diganti pada
awal 1914, namun penggantian tersebut tidak pernah diuji dalam latihan. Para
pemimpin Austria-Hongaria yakin Jerman akan melindungi perbatasan utaranya dari
serbuan Rusia.[30] Meski begitu, Jerman mengharapkan Austria-Hongaria mengarahkan sebagian
besar tentaranya ke Rusia, sementara Jerman menangani Perancis. Kebingungan ini
mendorong Angkatan Darat Austria-Hongariamembagi pasukannya antara front Rusia dan Serbia.
Pada tanggal 9 September 1914, Septemberprogramm, sebuah rencana memungkinkan yang menyebutkan tujuan perang tertentu
Jerman dan persyaratan yang dipaksakan Jerman terhadap Blok Sekutu, dibuat oleh
Kanselir Jerman Theobald von Bethmann-Hollweg. Rencana ini tidak pernah dilaksanakan secara resmi.
Sejumlah pertempuran pertama dalam perang melibatkan kekuatan kolonial
Britania, Perancis, dan Jerman di Afrika. Tanggal 7 Agustus, tentara Perancis
dan Britania menyerbu protektorat Togoland Jerman.
Tanggal 10 Agustus, pasukan Jerman di Afrika Barat Daya menyerang
Afrika Selatan; pertempuran sporadis dan sengit berlanjut sampai akhir perang.
Pasukan kolonial Jerman di Afrika Timur Jerman, dipimpin
Kolonel Paul Emil von Lettow-Vorbeck, melakukan kampanye peperangan gerilya selama Perang Dunia I dan baru menyerah dua minggu setelah gencatan
senjata diberlakukan di Eropa.
Austria menyerbu dan memerangi pasukan Serbia pada Pertempuran Cer dan Pertempuran Kolubara yang dimulai tanggal 12 Agustus. Sampai dua minggu berikutnya, serangan
Austria dipatahkan dengan kerugian besar, yang menandakan kemenangan besar
pertama Sekutu dalam perang ini dan memupuskan harapan Austria-Hongaria akan
kemenangan mulus. Akibatnya, Austria harus menempatkan pasukan yang memadai di
front Serbia, sehingga melemahkan upayanya membuka perang dengan Rusia.[32] Kekalahan Serbia dalam invasi Austria-Hongaria tahun 1914 tergolong
sebagai kemenangan terbalik besar dalam abad terakhir.
Pada awal pecahnya Perang Dunia Pertama, angkatan darat Jerman (di sebelah
barat terdiri dari tujuh pasukan lapangan) melaksanakan versi modifikasi Rencana Schlieffen, yang
dirancang untuk menyerang Perancis secara cepat melalui Belgia yang netral
sebelum berbelok ke selatan untuk mengepung pasukan Perancis di perbatasan
Jerman.[10]. Karena Perancis telah menyatakan bahwa mereka akan "bertindak
sebebasnya andai terjadi perang antara Jerman dan Rusia", Jerman
memperkirakan kemungkinan serangan di dua front. Jika terjadi hal seperti itu,
Rencana Schlieffen menyatakan bahwa Jerman harus mencoba mengalahkan Perancis
secara cepat (seperti yang terjadi pada Perang Perancis-Prusia 1870-71).
Rencana ini menyarankan bahwa untuk mengulangi kemenangan cepat di barat,
Jerman tidak usah menyerang melalui Alsace-Lorraine (yang memiliki perbatasan
langsung di sebelah barat sungai Rhine), tetapi mencoba memutuskan Paris secara
cepat dari Selat Inggris (terputus dengan Britania Raya). Kemudian pasukan
Jerman dipindahkan ke timur untuk menyerbu Rusia. Rusia diyakini membutuhkan
persiapan lama sebelum bisa menjadi ancaman besar bagi Blok Sentral.
Jerman ingin bergerak bebas melintasi Belgia (dan Belanda juga, meski
ditolak Kaiser Wilhelm II) untuk bertemu Perancis di perbatasannya. Jawaban dari Belgia netral tentu
saja "tidak". Jerman kemudian merasa perlu menyerbu Belgia, karena
inilah rencana satu-satunya yang ada andai terjadi perang dua front di Jerman.
Perancis juga ingin menggerakkan tentara mereka melintasi Belgia, tetapi Belgia
menolak untuk menghindari pecahnya perang apapun di tanah Belgia. Pada
akhirnya, setelah serbuan Jerman, Belgia mencoba menggabungkan pasukan mereka
dengan Perancis (namun sebagian besar pasukan Belgia mundur ke Antwerpen tempat mereka dipaksa menyerah ketika semua harapan bantuan pupus).
Rencana ini meminta agar sisi kanan Jerman bergerak ke Paris, dan awalnya
Jerman berhasil, terutama pada Pertempuran Frontiers (14–24
Agustus). Pada 12 September, Perancis, dengan bantuan dari pasukan Britania, menghambat pergerakan Jerman ke timur Paris pada Pertempuran Marne Pertama (5–12
September) dan mendorong pasukan Jerman 50 km ke belakang. Hari-hari terakhir
pertempuran ini menandakan akhir dari peperangan bergerak di barat.[10] Serangan Perancis ke Alsace Selatan, dimulai tanggal 20 Agustus dengan Pertempuran Mulhouse, mengalami
sedikit kesuksesan.
Di sebelah timur, hanya satu pasukan lapangan, yaitu pasukan ke-8, yang
bergerak cepat melalui kereta api melintasi Kekaisaran Jerman. Pasukan yang
dulunya cadangan di barat ini dipimpin oleh Jenderal Paul von Hindenburg untuk
mempertahankan Prusia Timur, setelah berhasil melakukan serbuan awal ke Rusia dengan dua unit pasukan.
Jerman mengalahkan Rusia dalam serangkaian pertempuran yang secara kolektif
disebut Pertempuran Tannenberg Pertama (17 Agustus – 2 September). Akan tetapi, invasi Rusia yang
gagal lebih disebabkan oleh berhentinya serangan Jerman di barat dan kekalahan
taktis oleh Angkatan Darat Perancis di Marne. Pasukan
Jerman semakin lelah dan pasukan cadangannya dipindahkan untuk menangani invasi
ke Rusia. Staf Jenderal Jerman di bawah Jenderal Helmuth von Moltke yang Muda juga telah memperhitungkan bahwa pemanfaatan transportasi tentara cepat
melalui kereta api tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan di luar
Kekaisaran Jerman. Blok Sentral gagal mendapatkan kemenangan cepat di Perancis
dan terpaksa berperang di dua front. Pasukan Jerman mengambil posisi defensif
yang baik di dalam Perancis dan berhasil melumpuhkan mobilisasi 230.000 tentara
Perancis dan Britania secara permanen. Meski begitu, masalah komunikasi dan
keputusan komando yang bisa dipertanyakan menggagalkan impian kemenangan awal
Jerman
Selandia Baru menduduki Samoa Jerman (kemudian Samoa Barat) pada tanggal 30 Agustus 1914. Tanggal 11 September,
Pasukan Ekspedisi Laut dan Militer
Australia mendarat di pulau Neu Pommern (kemudian
Britania Baru), yang merupakan wilayah Nugini Jerman. Tanggal 28 Oktober, kapal jelajah SMS Emden menenggelamkan kapal jelajah Jerman Zhemchug pada Pertempuran Penang. Jepang merebt koloni Mikronesia Jerman dan, setelah Pengepungan Tsingtao, pelabuhan
batu bara Jerman di Qingdao di semenanjung Shandong, Cina. Dalam beberapa bulan, pasukan Sekutu telah merebut semua teritori
Jerman di Pasifik; hanya pos dagang terisolasi dan sedikit wilayah di Nugini
yang bertahan.
Taktik militer sebelum Perang Dunia I gagal menyamai kemajuan teknologi.
Kemajuan ini memungkinkan terciptanya sistem pertahanan canggih yang tidak
mampu disamai taktik militer lama sepanjang perang. Kawat berduri merupakan penghalang efektif terhadap pergerakan infanteri massal. Artileri, jauh lebih mematikan daripada tahun 1870-an, ditambah senjata mesin, menjadikan pergerakan di daratan terbuka sangat sulit dilakukan.
Jerman memperkenalkan gas beracun; teknik ini kelak dipakai oleh kedua pihak, meski tidak pernah terbukti
menentukan dalam memenangkan suatu pertempuran. Dampaknya sangat sadis,
menyebabkan kematian yang lama dan menyakitkan, dan gas beracun menjadi salah
satu hal terburuk yang paling ditakuti dan diingat dalam perang ini.[38] Komandan di kedua sisi gagal mengembangkan taktik mematahkan posisi parit
dengan tanpa kerugian besar. Sementara itu, teknologi mulai menciptakan
senjata-senjata ofensif baru, seperti tank.
Setelah Pertempuran Marne Pertama (5–12
September 1914), baik pasukan Entente dan Jerman mengawali serangkaian manuver mengepung dalam peristiwa yang
disebut "Perlombaan ke Laut". Britania dan Perancis kelak menyadari bahwa mereka menghadapi
pasukan parit Jerman dari Lorraine sampai pesisir
Belgia.[10] Britania dan Perancis berupaya melakukan serangan, sementara Jerman
mempertahankan teritori yang diduduki. Akibatnya, parit-parit Jerman lebih
kokoh ketimbang milik musuhnya, parit Inggris-Perancis hanya bersifat
"sementara" sebelum pasukan mereka mematahkan pertahanan Jerman.
Kedua sisi mencoba memecah kebuntuan menggunakan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Pada tanggal 22 April 1915 pada Pertempuran Ypres Kedua, Jerman
(melanggar Konvensi Den Haag) memakai gas klorin untuk pertama
kalinya di Front Barat. Tentara Aljazair mundur ketika digas sehingga terbentuk
celah sepanjang enam kilometer (empat mil) terbuka di lini Sekutu yang segera
dimanfaatkan Jerman, mengadakan Pertempuran Kitchener's Wood, sebelum ditutup oleh tentara Kanada.[41] Tank pertama
dipakai dalam pertempuran oleh Britania pada Pertempuran Flers-Courcelette (bagian dari
serangan Somme yang lebih besar) pada tanggal 15 September 1916 dengan sedikit
keberhasilan; Perancis memperkenalkan meriam putar Renault FT pada akhir
1917; Jerman memanfaatkan tank-tank Sekutu yang ditangkap dan sejumlah kecil
tank mereka sendiri.
Kedua sisi tidak mampu memberi pukulan menentukan selama dua tahun
berikutnya. Sekitar 1,1 sampai 1,2 juta tentara pasukan Britania dan jajahannya
berada di Front Barat pada satu waktu. Seribu batalion, menempati sektor lini
dari Laut Utara sampai Sungai Orne, melakukan
sistem rotasi empat tahap selama satu bulan, kecuali sebuah serangan sedang
terjadi. Front ini memiliki parit sepanjang 9.600 kilometer
(5,965 mil). Setiap batalion menduduki sektornya selama seminggu sebelum
kembali ke lini pendukung dan terus ke lini cadangan sebelum seminggu di luar
lini, biasanya di wilayah Poperinge atau Amiens.
Sepanjang 1915–17, Imperium Britania dan Perancis mengalami lebih banyak
korban daripada Jerman, karena sikap strategi dan taktik yang dipilih oleh
sisinya. Secara strategis, saat Jerman hanya melakukan satu serangan tunggal di
Verdun, Sekutu melakukan banyak upaya untuk mematahkan lini
Jerman.
Pada tanggal 1 Juli 1916, Angkatan Darat Britania Raya mengalami hari paling mematikan dalam sejarahnya, dengan korban 57.470
jiwa, termasuk 19.240 gugur, pada hari pertama Pertempuran Somme. Kebanyakan korban jatuh pada satu jam pertama serangan. Seluruh serangan
Somme melibatkan setengah juta prajurit Angkatan Darat Britania.
Serangan Jerman yang terus-menerus di Verdun sepanjang 1916, ditambah Somme (Juli dan Agustus 1916), membawa pasukan Perancis yang lelah di ambang
perpecahan. Upaya sia-sia dalam serangan frontal memakan banyak korban bagi
Britania dan poilu Perancis dan mendorong terjadinya mutini besar-besaran tahun 1917, setelah Serangan Nivelle (April dan Mei 1917) yang gagal.
Secara taktis, doktrin komandan Jerman Erich Ludendorff berupa "pertahanan elastis" cocok dipakai untuk peperangan parit. Pertahanan ini terdiri dari
posisi depan yang minim pertahanan dan posisi utama jauh di belakang jangkauan
artileri yang lebih kuat, yang dari situlah serangan balasan cepat dan kuat
bisa dilancarkan. 25 Agustus
mengakhiri fase kedua pertempuran Flandria. Peristiwa ini memakan banyak korban
dari pihak kami ... Pertempuran Agustus mematikan di Flandria dan Verdun
membawa tekanan berat bagi tentara Barat. Meski di bawah perlindungan beton,
semua tampak kurang kuat menghadapi artileri musuh yang luar biasa. Pada
beberapa saat, mereka tidak lagi memiliki ketegasan yang saya, bersama para
komandan setempat, harapkan. Musuh berupaya mengadaptasikan diri mereka dengan
metode kakmi dalam melakukan serangan balasan ... Saya sendiri mengalami
tekanan luar biasa. Suasana di Barat tampak mencegah dilakukannya
rencana-rencana kami di manapun. Jumlah korban begitu banyak sehingga kami
tidak sempat menguburkan mereka secara layak, dan melebihi semua harapan kami.
Serangan besar lain dilancarkan terhadap lini kami pada tanggal 20
September ... Serangan musuh terhadap pasukan ke-20 berhasil, yang
membuktikan superioritas serangan terhadap pertahanan. Kekuatan mereka tidak
melibatkan tank; kami melihat mereka begitu tidak nyaman, tetapi terus
mengerahkan semuanya. Kekuatan serangan terletak di artileri, dan faktanya
artileri kami tidak mampu memberi dampak yang cukup untuk memecah infanteri
saat mereka terus bersatu pada saat itu juga.
Pada Pertempuran Arras 1917, satu-satunya keberhasilan besar militer Britania adalah penaklukan Vimy Ridge oleh Korps Kanada di bawah pimpinan Sir Arthur Currie dan Julian Byng. Tentara yang
menyerang, untuk pertama kalinya, mampu mengalahkan, bersatu dengan cepat, dan
mempertahankan pegunungan yang membatasi dataran Douai yang kaya akan
kandungan batu bara.
2.2 Perjanjian Damai
Perjanjian
Versailles (1919) adalah suatu perjanjian
damai yang secara resmi
mengakhiri Perang Dunia
I antara Sekutu dan Kekaisaran
Jerman. Setelah enam bulan
negosiasi melalui Konferensi Perdamaian Paris, perjanjian ini akhirnya
ditandatangani sebagai tindak lanjut dari perlucutan senjata yang
ditandatangani pada bulan November 1918 di Compiègne Forest, yang mengakhiri perseturuan
sesungguhnya. Salah satu hal paling penting yang dihasilkan oleh perjanjian ini
adalah bahwa Jerman menerima tanggung jawab penuh
sebagai penyebab peperangan dan, melalui aturan dari pasal 231-247, harus
melakukan perbaikan-perbaikan pada negara-negara tertentu yang tergabung dalam
Sekutu.
Negosiasi di antara negara-negara
sekutu dimulai pada 7 Mei 1919, pada peringatan
tenggelamnya RMS Lusitania. Aturan yang diterapkan terhadap
Jerman pada perjanjian tersebut antara lain adalah penyerahan sebagian wilayah
Jerman kepada beberapa negara tetangganya, pelepasan koloni seberang lautan dan
Afrika milik Jerman, serta pembatasan
pasukan militer Jerman yang diharapkan dapat menghambat Jerman untuk kembali
memulai perang. Karena Jerman tidak diizinkan untuk mengambil bagian dalam
negosiasi, pemerintah Jerman mengirimkan protes terhadap hal yang dianggap
mereka sebagai sesuatu yang tidak adil, dan selanjutnya menarik diri dari
perundingan. Belakangan, menteri luar negeri baru Jerman, Hermann Müller, setuju untuk menandatangani
perjanjian pada 28 Juni 1919. Perjanjian ini sendiri diratifikasi oleh Liga Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Januari 1920.
2.3
Syarat-Syarat Perjanjian
Perjanjian ini menciptakan
keadaan kondusif didirikannya Liga Bangsa-Bangsa, sebuah tujuan utama Presiden
A.S. Woodrow
Wilson. Liga Bangsa-Bangsa
dimaksudkan untuk menengahi konflik-konflik internasional dan dengan ini
mencegah perang di masa depan. Hanya empat dari “Empatbelas butir” (Fourteen
Points) Wilson diwujudkan,
karena ia harus berkompromi dengan Clemenceau, Lloyd George dan Orlando pada beberapa butir dan sebagai
gantinya dapat mempertahankan butirnya yang “keempatbelas” Liga Bangsa-Bangsa.
Pandangan umum ialah bahwa
Clemenceau dari Perancis adalah yang paling bersemangat dalam membalas dendam
Jerman, Front Barat perang terutama berada di wilayah Perancis. Perjanjian ini
dianggap tidak adil kala itu karena merupakan perdamaian yang didikte oleh para
pemenang dan secara keseluruhan menyalahkan perang kepada Jerman. Hal ini
sungguh menyederhanakan situasi. Beberapa sejarawan modern berpendapat bahwa
perjanjian ini cukup adil karena merefleksikan syarat-syarat berat yang
didiktekan kepada Rusia oleh Jerman dengan Perjanjian
Brest-Litovsk.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
ü Sejumlah pertempuran pertama dalam perang melibatkan kekuatan kolonial
Britania, Perancis, dan Jerman di Afrika. Tanggal 7 Agustus, tentara Perancis
dan Britania menyerbu protektorat Togoland Jerman.
ü Setelah Pertempuran Marne Pertama (5–12
September 1914), baik pasukan Entente dan Jerman mengawali serangkaian manuver mengepung dalam peristiwa yang
disebut "Perlombaan ke Laut".
ü Perjanjian
Versailles (1919) adalah suatu perjanjian
damai yang secara resmi
mengakhiri Perang Dunia
I antara Sekutu dan Kekaisaran
Jerman
ü Clemenceau dari Perancis adalah
yang paling bersemangat dalam membalas dendam Jerman, Front Barat perang
terutama berada di wilayah Perancis. Perjanjian ini dianggap tidak adil kala
itu karena merupakan perdamaian yang didikte oleh para pemenang dan secara
keseluruhan menyalahkan perang kepada Jerman.
3.2 Saran
Hal tersebut membawa dampak kepada umat manusia. yaitu
kemiskinan dan kemelaratan semakin mencekam, wabah penyakit merajela, penduduk
yang negaranya sedang berperang banyak kehilangan tempat tinggal, banyak
manusia yang tak berdosa harus kehilangan nyawa dan cacat mental maupun cacat
tubuh, dan banyak lagi akibat yang dapat ditimbulkan dengan meletusnya PD I.
Dari uraian tersebut di atas, kita
dapat menyimpulkan bahwa selain akibat negatif yang muncul, Perang Dunia I juga
membawa akibat positif. Dampak positif yang lahir sebagai akibat Perang Dunia I
tersebut adalah lahirnya Liga Bangsa-Bangsa (LBB) yang diprakasai oleh Presiden
Amerika Serikat Woodrow Wilson pada1919.
DAFTAR PUSTAKA
Imran, Amrin dan Saleh Djamhari. 1999. Sejarah Nasional dan
Umum. Jakarta: Depdikbud.
Starlita. 2005. Ensiklopedi Umum untuk Pelajar.
Jakarta: Van Hove. Soebantardjo. 1954. Sari Sejarah
Eropa-Amerika ( cetakan II ).
Yogyakarta: Bopkri
Tate, Nicholas. 2002. Perang Dunia ( terjemahan oleh Rahmat
Efendi ). Jakarta: Lontar Utama.Yogyakarta: Bopkri
Yulianti. 2007. Sejarah Indonesia dan Dunia ( cetakan I ) Bandung: Yrama Widya
0 komentar:
Posting Komentar