Blogger Widgets Perjanjian linggarjati,makalah :: Jejak Sejarah Blogger Widgets

Selasa, 10 Desember 2013

Perjanjian linggarjati,makalah

perjanjian Linggarjati

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
 Di Indonesia awal diplomasi dimulai pada saat adanya Vacuum of Power di Asia Tenggara,sewaktu menyerahnya Jepang, kemudian Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya. Sesuai teori berdirinya sebuah negara, maka harus ada warga negara, wilayah, pemerintah, dan pengakuan dari negara lain. Ketiga unsur pertama sudah ada, tinggal pengakuan dari negara lain. Dapat dikatakan perjanjian Linggarjati merupakan salah satu strategi Indonesia untuk memperkokoh eksistensinya di dunia internasional dan menyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia itu nyata adanya.(Lapian & Drooglever : 1992: 1)
Dalam bulan-bulan terakhir peperangan di Pasifik, oleh Sekutu di putuskan bahwa yang diutamakan adalah penyerbuan ke Negara Jepang. Penyerbuan itu ditugaskan kepada Jenderal Mac.Arthur, sedangkan tanggung jawab seluruh  wilayah Hindia¬Belanda, diserahkan kepada Laksamana Mounbatten, yang bertaggung jawab atas Sumatra.  Akan tetapi MacArthur berkeberatan dan minta supaya Mountbatten menunggu sarnpai Jepang menandatangani dokumen-dokumen penyerahan di Tokyo karena MacArthur khawatir satuan-satuan Jepang akar rnengadakan perlawanan sebelum Jepang resmi menyerah. Para kepala staf Inggris di London setuju dengan MaeArthur. Jepang menandatangani dokumen-dokumen penyerahan pada tanggal 2 September 1945. (Lapian & Drooglever : 1992: 2)
Tentara Inggris baru mendarat di Jakarta pada tanggal 26 September 1945. Tenggang waktu antara Proklamasi Kemerdekaan dan kedatangan tentara Inggris satu setengah bulan. Hal ini membawa tiga keuntungan bagi Republik Indonesia. Pertama, api repolusi membara di seluruh Indonesia. Kedua, memberi kesempatan kepada republik untuk mengorganisasi pemerintahannya dan menyusun kekuatan fisiknya. Ketiga, selama di markas besarnya di Kandy, Sri Lanka, Mountbatten mulai menyadari bahwa informasi yang diterimanya dari sumber-sumber Belanda mengenai keadaan di Indonesia sama sekali tidak cocok dengan kenyataan Van Mook, Letnan Gubemur Jenderal Hindia-Belanda, antara lain melaporkan bahwa kemerdekaan Indonesia di Proklamasikan oleh Ir. Soekarno dan di bantu oleh  Panglima Tertinggi Jepang di Jawa pada tanggal 17 Agustus 1945. (Lapian & Drooglever : 1992: 10)
Syukurlah Mountbatten menerima laporan dari dua perwira Inggris yaitu LetKol. Maisy dan Wing-Commader. Davis, Maisy adalah seorang dokter di beberapa rumah sakit untuk tawanan perang di dekat Jakarta, dan Davis adalah komandan beberapa kamp tahanan perangsekitar Pekan Baru. Untuk menjalankan tugasnya mengadakan inspeksi, mereka diizinkan oleh Komandan Jepang untuk berkeliling. Davis mengunjungi cumah-rumah sakit dan Maisy mengunjungi tempat tahanan perang. Mereka melaporkan betapa mendalann dan luas api nasionalisme membara sejak Belanda menyerah kepada Jepang. Tuntutan Bangsa Indonesia tidak boleh dikurangi dari seratus persen merdeka. Mountbatten menentukan garis kebijakan, yakni tentara Inggris tidak akan campur tangan dalam perselisihan politik RI dan Belanda (seperti dituntut oleh Belanda). Tugas tentara Inggris terbatas pada pembebasan tahanan-tahanan Sekutu, sipil dan Militer, serta memerintahkan penyerahan tentara Jepang, melucuti dan mengembalikan mereka ke Jepang. Tentara Inggris tidak bertugas menegakkan kembali(Lapian & Drooglever : 1992: 10)
Pemerintah Hindia - Belanda tetap bersedia membantu supaya pihak Belanda dan pihak Indonesia mencapai persetujuan politik. Segera setelah satuan-satuan tentara Inggris mendarat, komandannya berhubungan dengan pejabat-pejabat  RI untuk menerangkaan maksud dan tujuan kedatangan tentara Inggris dan minta bantuan dalam menjalankan tugasnya. Pendaratan satuan-satuan tentara Inggris pada awalnya jarang menimbulkan bentrokan dengan pemuda-pemada kita, sekalipun mereka sudah panas karena menyangka lnggris datang untuk menegakkan kembali Pemerintah Belanda. Pertempuran baru  terjadi di Surabaya pada saat tentara Inggris mendarat. lni disebabkan karena tindakan komandannya yang tidak bijaksana, dengan menyebarkan selembaran-selembaran. yang berisi perintah untuk menyerahkan semua senjata yang berada ditangan orangsipil kepada tentara Inggris. (Lapian & Drooglever : 1992: 11)
 Masuknya AFNEI yang diboncengi NICA ke Indonesia karena Jepang menetapkan 'status quo' di Indonesia menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda, seperti contohnya Peristiwa 10 November, selain itu pemerintah Inggris menjadi penanggung jawab untuk menyelesaikan konflik politik dan militer di Asia, oleh sebab itu, Sir Archibald Clark Kerr, diplomat Inggris, mengundang Indonesia dan Belanda untuk berunding di Hooge Veluwe, namun perundingan tersebut gagal karena Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya atas Jawa,Sumatera dan Pulau Madura, namun Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura saja. Peluang berunding dengan Belanda terbuka lagi ketika Inggris mengangkat Lord Killearn sebagai utusan istimewa Inggris di Asia Tenggara, sekaligus penengah konflik Indonesia-Belanda. Konsulat Inggris di Jakarta mengumumkan, selambat-lambatnya pada 30 November 1946 tentara Inggris akan meninggalkan Indonesia . Kabinet baru Belanda kemudian mengutus Schermerhorn sebagai Komisi Jenderal untuk berunding dengan Indonesia. Schermerhorn dibantu tiga anggota: Van Der Poll, De Boer, dan Letnan Gubernur Jenderal H.J. Van Mook. Perundingan inilah yang kemudian terjadi di Linggarjati dan disebut sebagai perjanjian Linggarjati. Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berjalan mulus. Pada tanggal 20 Juli 1947, Gubernur Jendral H.J. van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947, meletuslah Agresi Militer Belanda I. (Fahrul, Wilkipedia)
1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Bagaimana proses terjadinya perundingan Linggarjati ?
1.2.2        Bagaimana hasil dari perundingan Linggarjati ?
1.2.3        Bagaimana peranan tokoh-tokoh Indonesia di balik layar prjanjian Linggarjati ?
1.2.4        Bagaimana latar belakang dan proses terjadinya Agresi Militer Belanda 1 ?
1.3  Tujuan
1.3.1        Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya perundingan Linggarjati ?
1.3.2        Untuk mengatahui agaimana hasil dari perundingan Linggarjati ?
1.3.3        Untuk mengetahui agaimana peranan tokoh-tokoh Indonesia di balik layar prjanjian Linggarjati ?
1.3.4        Untuk mengatui bagaimana latar belakang dan proses terjadinya Agresi Militer Belanda 1 ?
1.4 Manfaat
Dengan penulisan makalah ini , diharapkan dapat memberikan mamfaat sebagai berikut ;
1.      Dapat memberikan informasi serta pengetahuan bagi mahasiswa terkait materi yang dibahas dalam perkuliahan.
2.      Dapat mempermudah mahasiswa dalam memahami materi perkuliahan.
3.      Dapat melatih mahasiswa dalam membuat sebuah makalah yang baik dan benar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Proses terjadinya perundingan Linggarjati
 Di Indonesia awal diplomasi dimulai pada saat adanya Vacuum of Power di Asia Tenggara, sewaktu menyerahnya Jepang. Kemudian Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya. Sesuai teori berdirinya sebuah negara, maka harus ada warga negara, wilayah, pemerintah, dan pengakuan dari negara lain. Ketiga unsur pertama sudah ada, tinggal pengakuan dari negara lain. Dapat dikatakan perjanjian Linggarjati merupakan salah satu strategi Indonesia untuk memperkokoh eksistensinya di dunia internasional dan menyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia itu nyata adanya. Terbentuknya Perjanjian Linggarjati tentunya tidak dapat dilepaskan dari latar belakang internasional dan nasional. Keadaan dunia pasca perang Pasifik dapat dikatakan masih belum stabil. Sekutu mulai berdatangan untuk menarik mundur seluruh pasukan Jepang yang ada dalam kawasan Hindia-Belanda, yang awalnya dipimpin oleh Jenderal Mac Arthur, lalu kemudian diserahkan oleh Laksamana Mountbatten. Pengiriman Tentara Inggris ke Indonesia dapat dikatakan relatif lama, yakni pada tanggal 26 September 1945 atau satu setengah bulan sejak diproklamirkannya kemerdekaan Republik Indonesia oleh Soekarno-Hatta. Namun dibalik itu, justru keadaan seperti inilah yang menguntungkan Indonesia. Pertama, api revolusi membara di seluruh Indonesia. Kedua, hal ini memberi kesempatan kepada Indonesia untuk mengorganisasi pemerintahnya dan menyusun kekuatan fisiknya. Dan ketiga, Laksamana Mountbatten menyadari bahwa keadaan yang dilaporkan oleh pihak Belanda tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Akhirnya, berdasarkan laporan dari para informan Inggris, Laksamana Mountbatten mengetahui bahwa telah berkobarnya semangat nasionalisme yang sangat tinggi pemuda-pemuda Indonesia untuk menegakkan kemerdekaan Indonesia seutuhnya. Selain itu, Mountbatten juga menyadari bahwa Indonesia dan Belanda sedang bersitegang mengenai permasalahan itu. Oleh karenanya, Mountbatten menentukan garis kebijakan, yakni tentara Inggris tidak akan campur tangan dalam perselisihan politik RI dan Belanda (seperti di tuntut Belanda). Tugas tentara Inggris sebenarnya adalah sebagai Recovery of Allied Prisoners of War Internees (RAPWI), terbatas pada pembebasan tahanan-tahanan sekutu, sipil, militer, serta memerintahkan penyerahan tentara Jepang, melucuti dan mengembalikan mereka ke Jepang . Walaupun begitu, pemerintah Hindia-Belanda tetap berusaha membantu supaya pihak Belanda dan Pihak Indonesia mencapai persetujuan Politik. Segera setelah satuan-satuan tentara Inggris mendarat, Inggris dibawah Jendral Sir Philip Christison pimpinan AFNEI (Allied Forces In the Nederland East Indies). Dalam menjalankan tugasnya melucuti tentara Jepang, meminta bantuan para pemimpin Indonesia sebenarnya dianggap bertentangan dengan instruksi yang diberikan/diperoleh, yaitu jadinya mengakui Indonesia sebagai negara yang legal/merdeka. .(Lapian & Drooglever : 1992: 5)
Pada 14 November 1945, sistem presidensial diubah menjadi sistem parlementer. Sjahrir diangkat sebagai perdana menteri pertama. Tak berapa lama setelah pengangkatan Sjahrir, Inggris mengajak berunding. Namun sayangnya kabinet Sjahrir menjawab dengan maklumat, bahwa Indonesia tidak sudi berunding selama Belanda berpendirian masih berdaulat di Indonesia. Menanggapi reaksi dari Indonesia, Belanda lalu memblokade Jawa dan Madura. Tapi Sjahrir melakukan diplomasi cerdik. Meskipun dilanda kekurangan pangan, Sjahrir memberikan bantuan beras ke India pada Agustus 1946. Tindakan Sjahrir ini membuka mata dunia. Semula Belanda enggan melakukan kontak dengan pihak Republik karena paksaan Inggris karena serta opini dunia, Belanda dengan berat hati terpaksa menghadapi Indonesia di meja perundingan.
Seperti bermain catur, sedikit demi sedikit Sjahrir terus mencoba menekan pemerintah Belanda melalui diplomasi. Ia terus-menerus mengupayakan agar Indonesia dan Belanda duduk di meja perundingan. Kesempatan pertama datang dalam perundingan di Hoge Veluwe, Belanda, 14-16 April 1946. Ketika itu Indonesia mengajukan tiga usul: pengakuan atas Republik Indonesia sebagai pengemban kekuasaan di seluruh bekas Hindia Belanda, pengakuan de facto atas Jawa dan Madura, serta kerja sama atas dasar persamaan derajat antara Indonesia dan Belanda. Usul itu ditolak Belanda. .(Lapian & Drooglever : 1992: 9)
Peluang berunding dengan Belanda terbuka lagi ketika Inggris mengangkat Lord Killearn sebagai utusan istimewa Inggris di Asia Tenggara, sekaligus penengah konflik Indonesia-Belanda. Konsulat Inggris di Jakarta mengumumkan, selambat-lambatnya pada 30 November 1946 tentara Inggris akan meninggalkan Indonesia . Kabinet baru Belanda kemudian mengutus Schermerhorn sebagai Komisi Jenderal untuk berunding dengan Indonesia. Schermerhorn dibantu tiga anggota: Van Der Poll, De Boer, dan Letnan Gubernur Jenderal H.J. Van Mook. .(Lapian & Drooglever : 1992: 10)
Perjanjian Linggarjati didahulukan oleh perundingan di Hoge Voluwe. Negeri Belanda dari tanggal 14 sampai dengan 24 April 1946 berdasarkan suatu rancangan yang disusun oleh Sjahrir, perdana menteri dalam Kabinet Sjahrir II.  Sebelumnya tanggal 10 Februari 1946, sewaktu Sjahrir menjabat perdana menteri dalam Kabinet Sjahnr I, Van Mook telah menyampaikan kepada Sjahrir rencana Belanda, yang berisi pembentukan negara persemakmuran Indonesia, yang terdiri atas kesatuan-kesatuan yang mempunyai otonomi dari berbagai tingkat negara persemakanuran mejadi bagian dari Kerajaan Belanda. Bentuk politik ini hanya berlaku untuk waktu terbatas, setelah itu peserta dalam Kerajaan dapat menentukan apakah hubungannya akan dilanjutkan berdasarkan kerja sama yang bersifat sukarela.
Sementara itu pernerintah Inggris mengangkat seorang Diplomat tingkat tinggi. Sir Archibald Clark Kerr (yang kemudian diberi gelar Lord Inverchapel), untuk bertindak sebagai ketua dalam perundingan Indonesia-Belanda. .(Lapian & Drooglever : 1992: 11)
Segera setelah terbentuknya Kabinet Sjahrir II, Sjahrir membuat usul-usul tandingan. Yang penting dalam usul itu ialah bahwa (a) Republik Indonesia diakui sebagai negara berdaulat yang meliputi dacrah bekas Hindia-Belanda, dan (b) antara negeri Belanda dan RI dibentuk federasi. Jelaslah bahwa usul ini bertentangan dengan usul Van Mook.  Setelah diadakan perundingan antara Van Mook dan Sjaiuir dicapai kesepakatan ;
  1. Rancangan persetujuan diberikan bentuk sebagai Perjanjian Indonesia Intemasional dengan  "Preambule"
  2. Pemerintah Belanda mengakui kekuasaan de facto republik atas Pulau Jawa dan Sumatra
 Pada rapat pleno tanggal 30 Maret 1946 Van Mook menerangkan bahwa rancangannya merupakan usahanya pribadi tanpa diberi kekuasaan oleh pemerintahanya. Maka diputuskan bahwa Van Mook akan pergi ke negeri Belanda, dan kabinet rnengirim satu delegasi ke Negeri Belanda yang terdiri atas Soewandi. Soedarsono dan Pringgodigdo. Perundingan diadakan tanggal 14-24 April 1946. Pada hari pertama ternyata perundingan sudah mencapai deadlock, Belanda menganggap dirinya sebagai negara pemegang kedautalatanatas Indonesia. Perundingan di Hoge Voluxve merupakan  kegagalan  akan tetapi pengalaman yang diperoleh dan perundingan Hoge Voluwe ternyata berguna dalam perianjian Linggarjati. .(Lapian & Drooglever : 1992: 12)
Perundingan politik dimulai di Jakarta, tempatnya bergantian antara Istana Rijswijk (sekarang Istana Negara) tempat penginapan anggota Komisi Jenderal dengan tempat kediaman resmi Sjahrir, jalan Pegangsaan Timur (sekarang Jalan Proklamasi) 56. Perundingan di tempat kediaman Sjahrir dipimpin oleh Sehermerhom sdangkan perundingan di Istana Rijswijk dipimpin oleh Sjahrir. Sebagai dasar perundingan dipakai rancangan persetujuan yang merupakan kombinasi rancangan Delegasi Belanda. Perundingan di Jakarta diadakan empat kali dengan yang terakhir tanggal 5 Nopember. Delegasi Republik Indonesia kemudian menuju ke Yogya untuk memberi laporan kepada Presiden, Wakil Presiden dan Kabinet dan setelah itu berangkat ke Linggarjati. Lord Killearn datang pada tanggal 10 nopember dengan menumpang kapal perang inggris HMS “Verayan Bay”. Beliau diangkat dengan perahu motor ALRI ke Cirebon, diantar dengan mobil Linggarjati dan ditempatkan di rumah yang terletak dekat rumah penginapan Sjahrir.Angkatan Laut Belanda telah mempersiapkan Kapal Perang H.M. “banchert” untuk dipakai sebagai tempat penginapan Delegasi Belanda. Menjelang kedatangan Delegasi Belanda. “Banckert” telah buang jangkar diluar pelabuhan Cirebon. Pada tanggal 11 Nopember Delegasi Belanda datang dengan kapal terbang “Catalina” dan dibawa ke “Banckert”. Seperti apa yang dilakukan satu hari sebelumnya perahu ALRI datang untuk menjemput Delegasi Belanda Komandan Banckert menolak dan minta Delegasi diangkat dengan perahu patroli “Banckert”. Hal ini ditolak oleh Komandan perahu motor ALRI. Akhirnya persoalan ini dipecahkan dengan diperkenankannya Delegasi Belanda diangkat perahu Patroli “Banckert” tetapi dikawal oleh perahu motor ALRI. .(Lapian & Drooglever : 1992: 17)
Insiden di atas menggambarkan kesulitan-kesulitan vang dihadapi oleh pejabat-pejabat Indonesia. Keterbatasan dihampir semua bidang seperti kendaraan, alat komunikasi, perumahan mengakibatkan hampir mustahil bagi Gubernur Jawa Barat, Residen Cirebon, Bupati Kuningan. Bupati Cirebon, dan Komandan Militer Daerah menjalankan tugasnya menjaga keamanan para pejabat tinggi Indonesia dan asing. Kenyauan bahwa selama penzndingan tidak terjadi insiden patut dikagumi dan dipuji Tentu saja disiplin rakyat dan pengertiarung-a tentang pentingnya perundingan sangat membantu para pejabat dalam menjalarkan tugasnya. .(Lapian & Drooglever : 1992: 18)
1.Perundingan Pertama
Karena insiden Banckert" seperti diuraikan diatas, Delegasi Belanda baru sampai di Linggarjati pukul 11:00 dan karena harus kembali ke "Banckert" jam setengah lima sore, maka perundingan hari itru hanya singkat saja, yakni tiga setengah jam. Schemerhom memutuskan tinggal di Linggarjati karena berpendapat akan .menimbulkan kesan kurang baik pada kalangan Indonesia jika la kembali ke "Banckert", Kecuali itu ia berpendapat bahiva ia harus memenuhi undangan Presiden untuk makan malam. ia dapat bertukar pikiran dengan Presiden dan menikmati pertunjukan kesenian angklung. (Lapian & Drooglever : 1992: 18) 
2.Perundingan Kedua
Sementara itu, Delegasi Indonesia pagi-pagi berkumpul ditempat kediaman Sjahrir untuk mempersiapkan perundingan hari itu Pasal-pasal rancangan persetujuan dibahas dan direncanakan alasan- alasan vang akan diusulkan. Perundingan hari itu berjalan sangat alot dan berlangsung hampir 9 jam. Dua soal tidak dapat dicapai kesepakatan, yakni soal Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dan soal kedaulatan Negara Indonesia Serikat. Dalam soal pertama terutama Sjahrir, mendesak supaya Belanda menerima usul bahwa Republik Indonesia mempunyai wakil-wakilnya sendiri diluar negeri. Ia berusaha meyakinkan pihak Belanda bahwa perwakilan ini terkait pada diakuinya Republik defacto, yang sudah di setujui oleh pihak Belanda. Pihak Belanda sangat keras menolak tuntutan dengan alasan bahwa dengarn demikian Republik dan Belanda dalam hubungan Internasional akan sama derajattnya. Mengenai soal kedua juga tidak ada kesepakatan. Delegasi Indonesia menuntut agar Indonesia Serikat menjadi negara berdaulat, bukan negara merdeka, seperti dinyatakan dalam rancangan perjanjian yang di pakai sebagai dasar perundingan. Malam itu undangan Presiden, Delegasi Belanda berkunjung ke rumah  Presiden di Kuningan. Sjahrir tidak hadir karena sangat lelah dan karena mengira kunjungan Belanda hanya merupakan kunjungan kehormatan.  Atas pertanyaan Persiden jalannya perundingan, Van Mook menjelaskan bahwa tercapainya kesepakatan mengenai satu soal saja yakni usul Delegasi Indonesia untuk mengubah kata "Merdeka" dibelakang kata "berdaulat" artinya, yang diusulkan oleh Delegasi Indonesia adalah agar NIS akan menjadi negara berdaulat. Lebih lanjut ia menerangkan bahwa selama perundingan Delegasi Belanda berkeberatan atas perubahan itu, tetapi setelah dibicarakan antara mereka sendiri, mereka akhimya dapat menyetujui asul pihak Indonesia.(Lapian & Drooglever : 1992: 19)
Van Mook tidak mengutarakan bahwa masih ada soal lain yang belum di pecahkan, yakni perwakilan Republik Indonesia diluar negeri. Tetapi la kemudian segera menanyakan kepada Presiden apakah dengan diterimanya oleh pihak Belanda perubahan "mereka" menjadi "Berdaulat" Presiden dapat menyetujui Rancangan Perjanjian seluruhnya. Atas pernyataan itu Presiden menjawab dengan nada antusias bahwa la dapat menyetujuinya. Pertemuan tersebut kemudian berakhir. A.K.Gani dan Amir Sjarifuddin segera melaporkan kepada Sjahrir sangat menyesalkan bahwa Presiden sudah menyetujui Rancangan Perjanjian Linggarjati, padahal soal perwakilan Republik di luar negeri belum diputuskan. Tetapi Sjahrir tunduk pada keputusan Presiden. Maka waktu Schemerhorn datang dan mengusulkan untuk diadakan rapat pleno dan diketuai Killearn, Sjahrir pun menyetujuinya. Rapat pleno diadakan pukul 10.30 malarn dengan Killearn sebagai ketua rapat yang menyatakan kegembiraannya atas tercapainya kesepakatan kedua Delegasi.(Lapian & Drooglever : 1992: 9)
Hari berikutnya tanggal 13 Nopember, diadakan rapat antara kedua Delegasi. Sebelumnya Sjahrir telah bertemu dengan Presiden Soekarno yang tampak santai. Ia hanya mengusulkan agar dimasukan dalam rancangan perjanjian satu pasal yakni pasal mengenao arbitrase yang diterima oleh Schermerhom. Dengan dimasukannya pasal arbitrase terbukti pada dunia luar bahwa Republik Indonesia dan Negara Belanda sederajat. Komisi Jenderal kemudian berangkat ke Jakarta.  Pagi tanggal 15 Nopember diadakan rapat antara kedua delegasi di Istana Rijswijk. Walaupun begitu, Perundingan Linggarjati berlangsung juga pada tanggal 15 November 1946. Dalam perundingan tersebut, Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, sedangkan Belanda diwakili oleh Prof. Schermerhorn. Sebagai penengah adalah Lord Killearn dari Inggris.(Lapian & Drooglever : 1992: 20)
 
Gambar 1. Perundingan linggarjati                 Gambar 2. Tercapainya kesepakatan
2.2  Hasil dari perundingan Linggarjati
 Berikut hasil lengkap perundingan Linggarjati yang di kutif dari buku persetujuan Linggarjati ( Prolog dan Epilog karya Dr.Mr.Ide Anak Agung Gede Agung hal. 152-176)
PERSETUJUAN LINGGARJATI 25 MARET 1947
Pemerintah Belanda Dalam hal ini berwakilkan Komisi Jenderal Dan Pemerintah Republik Indonesia Dalam hal ini berwakilkan Delegasi Indonesia

 Oleh karena mengandung keinginan yang ikhlas hendak menetapkan perhubungan yang baik antar kedua bangsa, Belanda dan Indonesia, dengan mengadakan cara bentuk bangun yang baru, bagi kerjasama dengan sukarela, yang merupakan jaminan sebaik-baiknya bagi kemaj uan yang bagus, serta dengan kokoh teguhnya daripada kedua negeri itu, di dalam masa datang dan yang membukakan jalan kedua bangsa itu untuk mendasarkan perhubungan antara kedua belah pihak atas dasar-dasar yang benar, menetapkan mufakat seperti berikut dengan ketentuan akan menganjurkan persetujuan ini selekas¬lekasnya untuk memperoleh kebenaran dari pada majelis-majelis perwakilan rakyat masing-masing.
Pasal 1
Pemerintah Belanda mengakui kenyataan kekuasaan De-facto. Pemerintah Republik Indonesia atas Jawa, Madura dan Sumatera. Adapun daerah-daerah yang diduduki oleh tentara Serikat atau tentara Belanda dengan berangsur-angsur dan dengan kerjasama antara kedua beiahpihak akan dimasukan pula kedataxn daerah Republik Indonesia untuk menyelenggarakan yang demikian itu,maka dengan segera akan dimulai melakukan tindakan yang perlu, supaya larnbatnya pada waktu yang disebutkan dalarn pasal 12, termaksudnya daerah-daerab yang tersebut itu telah selesai.
Pasal 2
Pemerintah Belanda dan Pernerintah Republik Indonesia bersama¬sama menyelenggarakan segera berdirinya sebuah negara berdaulat dan berdemokratis, yang berdasarkan perserikatan dan dinamakan Negara Indonesia Serikat.
Pasal 3
Pemerintah Indonesia Serikat itu akan meliputi daerah Hindia¬Belanda seluruhnya dengan ketentuan, bahwa jika kaum penduduk dari pada suatu bagian daerah setelah dimusyawarahkan dengan lain- lain bagian daerahpun juga, menyatakan menurut aturan Demokratis tidak atau masih belum suka masuk ke dalam perserikatan Negara Indonesia Serikat itu, maka untuk bagian dengan itulah diwujudkan semacam kedudukan istimewa terhadap Negara Indonesia Serikat itu dan terhadap kerajaan Belanda.
Pasal 4
1.      Adapun negara-negara yang kelak merupakan Negazu Indonesia Serikat itu, ialah Republik Indonesia, Borneo dan Timur Besar, yaitu dengan tidak mengurangi hak kaum penduduk dari pada sesuatu bagian daerah, untuk menyatakan kehendaknya, menurut aturan Demokratis supaya kedudukannya dan Negara Indonesia Serikat itu diatur dengan cara lain.
2.      Dengan tidak menyalahi ketentuan di dalam pasal 3 tadi dan di dalam ayat (1) pasal ini, Negara Indonesia Serikat boleh mengadakan aturan istimewa tentang daerah ibu negerinya.

Pasal 5
1.      Undang-undang Dasar daripada Negara Indonesia Serikat itu ditetapkan nanti oleh sebuah persidangan pembentuk Negara, yang akan didirikan dari pada wakil-wakil Republik Indonesia dan wakil-wakil sekutu lain yang akan termasuk kelak dalam Negara Indonesia Serikat itu, yang wakil-wakil itu ditujukan dengan jalan Demokratis serta dengan mengingat ketentuan ayat yang berikut dalam pasal itu.
2.      Kedua belah pihak akan bermusyawarah tentang cara turut campurnya dalam persidangan Pembentukan Negara itu oleh Republik Indonesia, oleh daerah-daerah yang termasuk dalam daerah kekuasaan Republik itu dan oleh golongan penduduk yang tidak cukup Perwakilannya segala itu dengan mengingat tanggung jawab dari pada Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia masing-masing.
Pasal 6
1.      Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Belanda, untuk membela peliharakan kepentingan-kepentingan bersama dari pada Negara Belanda dan Indonesia akan bekerja sama untuk membentuk persekutuan Belanda-Indonesia,yang terbentuknya itu kerajaan Belanda, yang meliputi Negeri Belanda, Hindia-Belanda, Suriname dan Curocua ditukar sifatnya menjadi persekutuan itu yang Negara Belanda, Suriname dan Curacoa satu dengan pihak lainnya dari pada negara Indonesia Serikat.
2.      Yang tersebut di atas tidaklah mengurangi kemungkinan untuk mengadakan pula aturan kelak kemudian berkenaan dengan kedudukan antara Negeri Belanda dengan Curacoa satu dengan lainnya.
Pasal 7
1.      Untuk membela peliharakan kepentingan yang tersebut di dalam pasal ini, persekutuan Belaa.da Indonesia itu akan mempunyai alat-alat kelengkapan sendiri.
2.      Alat-alat kelengkapan Pemerintahan itu akan disusun oleh pemerintah Kerajaan dan Indonesia Serikat mungkin juga oleh majelis-majelis perwakilan rakyat Negara-negara itu.
3.      Adapun yang akan dianggap kepentingan-kepentingan bersama itu ialah kerjasama daiam hat perhubungan luar Negeri pertahanan dan seberapa perlu keuangan serta juga hal-hal ekonomi dan kebudayaan.
Pasal 8
 Dipucuk persekutuan Belanda-Indonesia itu duduklah Belanda Keputusan-keputusan bagi mengusahakan kepentingan-kepentingan bersama itu ditetapkan oleh alat-alat kelengkapan persekutuan itu atas nama Baginda Raja.
Pasal 9
Untuk membela dipeliharakan kepentingan-kepentingan Negara Indonesia Serikat di negara Belanda, dan kepentingan-kepentingan Kerajaan Belanda dl Indonesia, maka Pemerintah masing-masing kelak mengangkat komisaris luhur.
Pasal 10
 Anggar-anggar persekutuan Belanda-Indonesia itu antara lain-lain akan mengandung juga ketentuan-ketentuan tentang :
a)      Pertanggungan hak-hak kedua belah pihak yang satu terhadap yang lain dan jaminan jaminan kepastian kedua belah pihak menetapi kewajiban-kewajiban yang satu kepada yang lain.
b)      Hak kewarganegaraan untuk Warga Negara Belanda dan Warga Negara Indonesia masing-masing di daerah lainnya.
c)      Aturan cara bagaimaaa menyelesaikannya apabila dalam alat¬alat kelengkapan persekutuan itu tidak dicapai semupakat.
d)     Aturan cara bagaimana dan dengan syarat-syarat apa alat-alat kelengkapan Kerajaan Belanda memberi bantuan kepada Negara Indonesia Serikat, untuk selama masa Indonesia Serikat itu tidak atau kurang cukup mempunyai alat-alat kelengkapan sendiri.
Pasal 11
1.      Anggar-anggar itu akan direncanakan kelak oleh suatu permusyawarahan antara wakil-wakil Kerajaan Belanda dan Negara Indonesia Serikat yang hendak di bentuk itu.
2.      Anggar-anggar itu terus berlaku setelah dibenarkan oleh majelis-¬majelis Perwakilan Rakyat kedua belah pihak masing-masingnya.
Pasal 12
 Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia akan mengusahakan supaya terwujudnya negara Indonesia Serikat dan Persekutuan Belanda-Indonesia telah selesai sebeluni 1Januari 1949
.
Pasal 13
 Pemerintah Belanda dengan segera akan melakukan tindakan¬tindakan agar supaya, setelah terbentuknva persekutuan Belanda - Indonesia itu, didapatkan Negara Indonesia Serikat diterima menjadi anggota di dalam Persekutuan Bangsa-bangsa.
Pasal 14
Pemerintah Republik Indonesia mengaku hak-hak orang-orang bukan, bangsa Indonesia akan menuntut dipulihkan hak-hak mereka yang dilakukan dan dikembalikan barang-barang milik mereka, yang lagi berada di dalam daerah kekuasaannya Defacto. Sebuah panitia bersama akan dibentuk untuk menyelenggarakan pemulihan atau pengambilan itu.
Pasal 15
 Untuk mengubah sifat Hindia, sehingga susunannya dan cara kerjanya
seboleh-bolehnya sesuai dengan pengakuan Republik Indonesia dan
dengan bentuk susunan menurut hukum negara, yang direkakan itu, maka
Pemerintah Belanda akan mengusahakan supaya dengan segera dilakukan aturan-aturan undang-undang. Akan supaya sementara menantikan berwujudnya Negara Indonesia Serikat dan Persekutuan Belanda-Indonesia itu. Kedudukan kerajaan Belanda dalam Hukum Negara dan Hukum Bangsa-bangsa disesuaikan dengan keadaan itu.
Pasal 16
          Dengan segera setelah persetujuan ini menjadi maka kedua belah pihak melakukan pengurangan kekuatan angkatan balatentaranya, masing-masing kedua belah pihak akan bermusyawarah tentang sampai seberapa dan lambat cepatnya melakukan perundingan itu demikian juga tentang kerja sama dalam hat ketentuan.
Pasal 17
1.      Untuk kedamaian  bersama yang dimaksudkan dalam Persetujuan ini Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia, hendak diwujudkan sebuah badan yang terdiri dari pada delegasi-delegasi yang ditunjukan oleh tiap-tiap pemerintah itu masing-masing dengan sebuah sekretariat bersama.
2.      Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia bilamana ada tumbuh perselisihan berhubungan dengan persetujuan ini, yang tidak dapat diselesaikan dengan perundingan antara dua delegasi yang tersebut itu, akan menyerahkan keputusan kepada Arbitrage. Dalam hal itu persidangan delegasi-delegasi itu akan ditambah dengan ketua bangsa lain dengan secara memutuskan yang diangkat dengan semupakat antara kedua belah pihak delegasi itu, atau jika tidak berhasil semupakat itu, diangkat oleh ketua Dewan Pengadilan Intemasional.
PASAL PENUTUP
 Persetujuan ini dikarangkan dalam bahasa Belanda dan Bahasa Indonesia kedua naskah itu sama ketentuannya.


ISI POKOK PERSETUJUAN LINGGARJATI
  1. Belanda mengakui secara de fakto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa, Madura.
  2. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk negara Indonesia Serikat, yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
  3. Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda selaku ketuanya.
 Wilayah RIS dalam kesepakatan tersebut mencakup daerah bekas Hindia Belanda yang terdiri atas: Republik Indonesia, Kalimantan, dan Timur Besar. Persetujuan tersebut dilaksanakan pada 15 November 1946 dan baru memperoleh ratifikasi dari Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada tanggal 25 Februari 1947 yang ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947 di Istana Negara, Jakarta. Hasil Perjanjian Linggarjati memiliki kelemahan dan keuntungan bagi Indonesia. Kelemahannya, bila ditinjau dari segi wilayah kekuasaan, daerah RI menjadi sempit. Tetapi bila ditinjau dari segi keuntungannya, kedudukan Indonesia di mata internasional semakin kuat karena banyak negara seperti Inggris, Amerika, dan negara-negara Arab mengakui kedaulatan negara RI. Hal ini tidak terlepas dari peran politik diplomasi Indonesia yang dilakukan oleh Sutan Syahrir, H. Agus Salim, Sujatmoko, dan Dr. Sumitro Joyohadikusumo dalam sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). (A.A Gede agung : 1995 : 177)
Pro dan Kontra di kalangan masyarakat Indonesia Perjanjian Linggarjati menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia, contohnya beberapa partai seperti Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia, dan Partai Rakyat Jelata. Partai-partai tersebut menyatakan bahwa perjanjian itu adalah bukti lemahnya pemerintahan Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan negara Indonesia. Untuk menyelesaikan permasalahan ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6/1946, dimana bertujuan menambah anggota Komite Nasional Indonesia Pusat agar pemerintah mendapat suara untuk mendukung perundingan linggarjati. Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berjalan mulus. Pada tanggal 20 Juli 1947, Gubernur Jendral H.J. van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947, meletuslah Agresi Militer Belanda I. Hal ini merupakan akibat dari perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda.
2.3  Peranan tokoh-tokoh Indonesia di balik layar prjanjian Linggarjati
  1. SJAHRIR
 Di pemerintahan, sebagai ketua Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP), ia menjadi arsitek perubahan Kabinet Presidensil menjadi Kabinet Parlementer yang bertanggung jawab kepada KNIP sebagai lembaga yang punya fungsi legislatif. RI pun menganut sistem multipartai. Tatanan pemerintahan tersebut sesuai dengan arus politik pasca-Perang Dunia II, yakni kemenangan demokrasi atas fasisme. Kepada massa rakyat, Syahrir selalu menyerukan nilai-nilai kemanusiaan dan anti-kekerasan. Dengan siasat-siasat tadi, Syahrir menunjukkan kepada dunia internasional bahwa revolusi Republik Indonesia adalah perjuangan suatu bangsa yang beradab dan demokratis di tengah suasana kebangkitan bangsa-bangsa melepaskan diri dari cengkeraman kolonialisme pasca-Perang Dunia II. Pihak Belanda kerap melakukan propaganda bahwa orang-orang di Indonesia merupakan gerombolan yang brutal, suka membunuh, merampok, menculik, dll. Karena itu sah bagi Belanda, melalui NICA, menegakkan tertib sosial sebagaimana kondisi Hindia Belanda sebelum Perang Dunia II. Mematahkan propaganda itu, Syahrir menginisiasi penyelenggaraan pameran kesenian yang kemudian diliput dan dipublikasikan oleh para wartawan luar negeri.
Selain mematahkan propaganda dengan menginisiasi penyelenggaraan kesenian, Sutan Syahrir juga melakukan diplomasi beras yang aktif di mulai sejak April 1946. Walaupun pada saat itu keadaan Indonesia masih sangat papa, Syahrir tetap bersikukuh untuk mengirimkan 500.000 ton beras ke India yang sedang dilanda bencana kelaparan. Sebagai gantinya beras tersebut ditukar dengan obat-obatan dan tekstil. Jawaharlal Nehru, yang terpukau oleh uluran tangan Sjahrir, lantas mengadakan Asians Relations Conference di New Delhi dan mengundang Sjahrir. Diplomasi ini ternyata membawa dampak positif bagi Indonesia. Selain mendapatkan “kawan”, Indonesia dinilai semakin eksis dalam pergaulan Internasional.
  1. Peranan Mr. Soesanto Tirtoprodjo
 Mr. Soesanto Tirtoprodjo (Solo, Jawa Tengah, 1900 - 1969) adalah negarawan Indonesia yang pernah duduk sebagai Menteri Kehakiman dalam enam kabinet yang berbeda, mulai Kabinet Sjahrir III sampai Kabinet Hatta II. Sebagai orang yang duduk dalam sebuah cabinet pemerintahan tentunya Mr. Soesanto Tirtoprodjo, memiliki kewajiban dan kewenangan dalam mengikuti perjanjian Linggarjati, karena selain sebagai Mentri kehakiman dalam kabiner narsi ia juga terkenal sebagai tokh pergerakan nasional. Sebagai tokoh pergerakan Nasional Mr. Soesanto Tirtoprodjo bergabung Partai Indonesia Raya di Surabaya dan turut terlibat sebagai pengurus partai. Setelah merdeka, Soesanto berkecimpung dalam pemerintahan sebagai Bupati Ponorogo dan residen Madiun (1945-1946) serta Menteri Kehakiman (1946-1950).
Pada saat di tandatanganinya isi perjanjian Linggarjati pada tanggal 25 Maret 1947 di Istana Rijswijk, sekarang Istana Merdeka, Jakarta. Dimana perjanjian Linggajati ini dari pihak RI ditandatangani oleh Sutan Sjahrir, Mr.Moh.Roem, Mr.Soesanto Tirtoprodjo, dan A.K.Gani, sedangkan dari pihak Belanda ditandatangani oleh Prof.Schermerhorn, Dr.van Mook, dan van Poll. Dalam isi perjanjian itu tercantum bahwa secara de pacto Belanda mnegakui Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa, dan Madura. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama RIS, yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia. Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda selaku ketuanya.
Dengan demikin Mr. Soesanto Tirtoprodjo yang saat itu menjabat sebagai mentri kehakiman, merupakan salah satu orang yang berperan dalam perjanjian Linggarjati, selain orang yang mengikuti (delegasi Indonesia) ia juga termasuk salah satu orang yang ikut menandatanganni isi perjanjian Linggarjati, walaupun memang pada saat itu tidak semua cabinet menyetujui isi perjanjian dengan berbagai alasan. Dengan ikut menandatanganni isi perjanjian berarti Mr. Soesanto Tirtoprodjo merupakan orang yang bertanggung jawab dalam tugasnya. Sebagai orang yang bertanggung jawab tentunya, ia tidak akan melepaskan begitu saja apa yang terlah dilakukannya, termasuk dalam perjanjian Linggarjati, Mr. Soesanto Tirtoprodjo tetap menandatanganinya walaupun dalam tekanan orang lain yang tidak mau menerima hasil perjanjian Linggarjati.
3. Peranan A. K. Gani
A.K. Gani, seorang yang di lahirkan di Sumatra Barat merupakan tokoh kemerdekaan Indonesia karena beliau merupakan bagian dari susunan kabinet Syahril, yang mana A. K. Gani pada saat itu menjabat sebagai anggota konstituante dan sekaligus delegasi Indonesia dalam perundingan Lingarjati yang dilaksanakan di Kuningan Jawa Barat. Sebagai delegasi tentunya ia akan memberikan sumbangan pemikiran dalam isi perundingan yang disepakati kedua belah pihak baik oleh Delegasi Indoneisia maupun delegasi Belanda. Pada saat di tandatanganinya isi perjanjian dilakukan di Jakarta, A. K. Gani yang merupakan salah satu delegasi Indonesia dari empat tokoh yang hadir dalam perundingan maka beliau juga ikut menandatanganinya, sebagai bentuk tanggung jawab terhadap kesepakatan yang tellah dibuatnya sekalipun di dalam tubuh Indonesia sendiri ada perpecahan, ada yang setuju dan ada yang tidak dengan berbagai alasan yang diberikan masing-masing.
2.4 Latar belakang dan proses terjadinya Agresi Militer Belanda 1
 Perbedaan pendapat dan penafsiran yang semakin memuncak  mengenai ketentuan-ketentuan persetujuan Linggarjati. Pihak Belanda beranggapan bahwa Republik Indonesia berkedudukan sebagai Negara persemakmurannya. Sementara itu pihak Republik Indonesia beranggapan bahwa dirinya adalah sebuah Negara merdeka yang berdaulat penuh. Belanda berpendapat bahwa kedaulatan RI berada di bawah Belanda sehingga RI tidak boleh melakukan hubungan diplomasi dengan negara lain. Belanda secara terang-terangan melanggar gencatan senjata. Tanggal 27 Mei 1947 Belanda menyampaikan nota/ ultimatum kepada Pemerintah RI yang harus dijawab dalam waktu 14 hari (2 minggu). Belanda mengalami keadaan ekonomi yang semakin sulit dan buruk. (Ricklefs : 1995 : 338 )
Pada tanggal 27 Mei 1947, Belanda mengirirnkan Nota Ultimatum, yang harus dijawab dalam 14 hari, yang berisi:
  1. Membentuk pemerintahan bersama;
  2. Mengeluarkan uang bersama dan mendirikan lembaga bersama;
  3.  Republik Indonesia harus mengirimkan beras untuk rakyat di daerah-daerah yang diduduki Belanda;
  4.  Menyelenggarakan keamanan dan ketertiban bersama. termasuk daerah daerah Republik yang memerlukan bantuan Belanda (gendarmerie bersama): dan
  5. Menyelenggarakan penilikan bersama atas impor dan ekspor
 Pada tanggal 15 Juli 1947, van Mook mengeluarkan ultimatum supaya RI menarik mundur pasukan sejauh 10 km. dari garis demarkasi. Tentu pimpinan RI menolak permintaan Belanda ini. Tujuan utama agresi Belanda adalah merebut daerah-daerah perkebunan yang kaya dan daerah yang memiliki sumber daya alam, terutama minyak. Namun sebagai kedok untuk dunia internasional, Belanda menamakan agresi militer ini sebagai Aksi Polisionil, dan menyatakan tindakan ini sebagai urusan dalam negeri. Letnan Gubernur Jenderal Belanda, Dr. H.J. van Mook menyampaikan pidato radio di mana dia menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Linggajati. Pada saat itu jumlah tentara Belanda telah mencapai lebih dari 100.000 orang, dengan persenjataan yang modern, termasuk persenjataan berat yang dihibahkan oleh tentara Inggris dan tentara Australia. (Ricklefs : 1995 : 339 )
 Konferensi pers pada malam 20 Juli di istana, di mana Gubernur Jenderal HJ Van Mook mengumumkan pada wartawan tentang dimulainya Aksi Polisionil Belanda pertama. Serangan di beberapa daerah, seperti di Jawa Timur, bahkan telah dilancarkan tentara Belanda sejak tanggal 21 Juli malam, sehingga dalam bukunya, J. A. Moor menulis agresi militer Belanda I dimulai tanggal 20 Juli 1947. Belanda berhasil menerobos ke daerah-daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia di Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Fokus serangan tentara Belanda di tiga tempat, yaitu Sumatera Timur, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Sumatera Timur, sasaran mereka adalah daerah perkebunan tembakau, di Jawa Tengah mereka menguasai seluruh pantai utara, dan di Jawa Timur, sasaran utamanya adalah wilayah di mana terdapat perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula. (Ricklefs : 1995 : 339 )
Pada agresi militer pertama ini, Belanda juga mengerahkan kedua pasukan khusus, yaitu Korps Speciale Troepen (KST) di bawah Westerling yang kini berpangkat Kapten, dan Pasukan Para I (1e para compagnie) di bawah Kapten C. Sisselaar. Pasukan KST (pengembangan dari DST) yang sejak kembali dari Pembantaian Westerling ,pembantaian di Sulawesi Selatan belum pernah beraksi lagi, kini ditugaskan tidak hanya di Jawa, melainkan dikirim juga ke Sumatera Barat. Agresi tentara Belanda berhasil merebut daerah-daerah di wilayah Republik Indonesia yang sangat penting dan kaya seperti kota pelabuhan, perkebunan dan pertambangan. Pada 29 Juli 1947, pesawat Dakota Republik dengan simbol Palang Merah di badan pesawat yang membawa obat-obatan dari Singapura, sumbangan Palang Merah Malaya ditembak jatuh oleh Belanda dan mengakibatkan tewasnya Komodor Muda Udara Mas Agustinus Adisucipto|Agustinus Adisutjipto, Komodor Muda Udara dr. Abdulrahman Saleh dan Perwira Muda Udara I Adisumarmo Wiryokusumo. (Ricklefs : 1995 : 340 )
        
                                 
Hasil yang dicapai sebagai aksi tersebut.
  1.  Dalam waktu singkat Belanda mampu menerobos garis pertahanan TNI.
  2.  Kekuatan TNI dengan organisasi dan peralatan yang sederhana tidak mampu menahan pukulan musuh yang serba modern. Bukan berarti kekuatan TNI bisa dihancurkan sebab Tni masih terus dapat bertahan denagn perlawanan gerilyanya di desa-desa.
  3.  Ibu kota RI berhasil dikuasai.
  4. Pelabuhan-pelabuhan penting berhasil dikuasai sehingga hubungan keluar sangat sulit.
  5. Mengusai daerah penghasil beras dan melakukan blokade.
 Agresi terbuka Belanda pada tanggal 21 Juli 1947 menimbulkan reaksi yang hebat dari dunia. Pada tangggal 30 juli 1947 pemerintah India dan Austtralia mengajukan permintaan resmi agar masalah Indonesia segera dimasukan dalam daftar acara dewan keamanan. Permintaan itu diterima baik dan pada tanggl 31 Juli dimasukan sebagai acara pembicaraan dewan keamanan. Tanggal 1 Agustus 1947 dewan Keamanan memerintahkan penghentian permusuhan kedua belah pihak, yang dimulai pada tanggal 4 Agustus 1947. Sementara itu untuk mengawasi gencatan senjata dibentuk komisi konsuler, yang anggota-anggotanya terdiri daripada konsul jenderal yang ada di Indonesia. Komisis konsuler diketuai oleh Amerika Dr. Walter Foote dan beranggotakan konsul Jenderal Cina, konsul jenderal Belgia, Konsul Jenderal Perancis, konsul Jenderal Inggris, dan Konsul Jenderal Perancis. Dalam laporanya kepada dewan keamanan, komisi konsuler menyatakan bahwa sejak tanggal 30 Juli samapai 4 Agustus pasukan Belanda masih mengadakan  gerakan militer. Pemerintah Indonesia menolak garis demarkasi yang dituntut oleh pihak Belanda berdasarkan kemajuan-kemajuan pasukanya setelah perintah gencatan senjata. Perintah penghentian tembak menembak tidak memuaskan. Belum ada tindakan yang praktis untuk meneyelesaikan masalah penghentian tembak-menembak untuk mengurangi jumlah korban yang jatuh. (Ricklefs : 1995 : 340 )
Dewan keamanan yang memperdebatkan masalah Indonesia akhirnya menyetujui usul Amerika Serikat, bahwa ubtuk mengawasi penghentian permusuhan ini harus dibentuk sebuah komisi-komisi jasa baik. Indonesia dan belanda dipersilahkan masing-masing memilih satu negara yang dipercaya untuk mengawasi tembak menembak. Dua negara yang terpilih oleh Indonesia dan Belanda dipersilahkan memilih satu negara untuk ikut serta sebagai anggota komisi. Pemerintah Indonesia meminta Australia menjadi anggota komisi, Belanda memilih Belgia dan kedua negara memilih Amerika serikat untuk menjadi anggota ketiga dari Komisi. Dalam masalah militer, KTN mengambil inisiatif tetapi dalam masalah politik KTN hanya memberikan saran dan usul, tidak mempunyai hak untuk memutuskan persoalan politik. KTN memulai bekerja di Indonesia pada bulan Oktober 1947. setelah KTN mengadakan pembicaraan dengan kedua pemerintah, akhirnya disepakati untuk kembali ke meja perundingan. Belanda mengajukan Jakarta sebagai tempat berunding, tetapi ditolak oleh pihak republik . Republik menganggap bahwa di Jakrta tidak ada kebebasan untuk menyatakan pendapat dan tidak ada jawatan RI yang aktif, akibat aksi militer. Republik menginginkan perundingan diselenggarakan pada suatu tempat diluar pendudukan Belanda. KTN mengambil jalan tengah dan mengususlkan agar kedua belah pihak menerima tempat perundingan di atas sebuah kapal Amerika serikat yang disediakan atas perantara KTN yang nantinya menjadi perundinganRrenvill. (Ricklefs : 1995 : 341 )
BAB III
PENUTUP
3.1  Simpulan
 Perundingan Linggarjati atau kadang juga disebut Perundingan Linggajati adalah suatu perundingan antara Indonesia dan Belanda di LinggarjatiJawa Barat yang menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Linggarjati adalah kota kecil yang berda disekitar 21 km sebelah barat Cirebon. Perundingan Linggarjati dilaksanakan pada tanggal 10-15 November 1946. dalam perundingan Linggarjati delegasi Indonesia dipimpin perdana Menteri Sutan Syahrir, sedangkan delegasi Belanda diwakili oleh Prof. S. Schemerhorn dan Dr. H,J. Van. Mook. Penengah dan pemimpin perundingan dari pihak Inggris, yaitu Lord Killeam. Hasil perundingan diumumkan pada tanggal 15 November 1946 dan telah tersusun sebagai naskah persetujuan yang terdiri atas 17 pasal, antara lain berisi sebagai berikut:
  1. Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa dan Madura. Belanda harus meninggalkan wilayah de facto paling lambat 1 Januari 1949.
  2. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu bagiannya adalah Republik Indonesia
  3. Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia - Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
. Dalam perjanjian Linggajati ini pihak RI ditandatangani oleh Sutan Sjahrir, Mr.Moh.Roem, Mr.Soesanto Tirtoprodjo, dan A.K.Gani, sedangkan dari pihak Belanda ditandatangani oleh Prof.Schermerhorn, Dr.van Mook, dan van Poll. Hasil perundingan Linggarjati menimulkan berbagai pendapat pro dan kontra di kalngan partai politik di Indonesia. Perundingan Linggarjati merugikan pihak Reopublik Indonesia krena wilayahnya semakin sempit, yaitu hanya meliputi Jawa, Madura dan Sumatera. Pada tanggal 20 Juli 1947, Gubernur Jendral H.J. van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947, meletuslah Agresi Militer Belanda I. Hal ini merupakan akibat dari perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda.
Pada agresi militer pertama ini, Belanda juga mengerahkan kedua pasukan khusus, yaitu Korps Speciale Troepen (KST) di bawah Westerling yang kini berpangkat Kapten, dan Pasukan Para I (1e para compagnie) di bawah Kapten C. Sisselaar. Pasukan KST (pengembangan dari DST) yang sejak kembali dari Pembantaian Westerling ,pembantaian di Sulawesi Selatan belum pernah beraksi lagi, kini ditugaskan tidak hanya di Jawa, melainkan dikirim juga ke Sumatera Barat. Agresi tentara Belanda berhasil merebut daerah-daerah di wilayah Republik Indonesia yang sangat penting dan kaya seperti kota pelabuhan, perkebunan dan pertambangan
3.2  Kritik dan Saran
            Dari pengalaman penulisan makalah ini , penulis mengalami beberapa kendala yang secara langsung mengakibatkan pada kekurang sempurnaan hasil akhir penulisan makalah ini. Kendala utama adalah minimnya sumber baik itu seperti  buku yang biasa dipakai perbandingan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu ,sekedar  saran dari penulis untuk penulisan makalah berikutnya, semoga untuk kedepannya lebih giat lagi dalam mencari sumber materi , sehingga penulisan , serta penyelesaian makalah dapt lebih baik. Hal ini penting agar ebih dapat menyelesaikan sebuah karya penulisan yang baik dan benar, serta menarik untuk dikaji. Demikianlah makalah ini penulis persembahkan , semoga dapatbermanfaat. Sekian dan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
A.B Lapian & P.J Droglever.1992. Menelusuri Jalur Linggarjati. PT temprint :Jakarta
Dr. Mr. Ide Anak Agung Gede Agung. Persetujuan linggarjati ( prolog & epilog). Universitas 11 maret press. Yogyakarta
Drs. I Nyoman Dekker.SH. 1965. Sejarah Indonesia baru 1800-1950.
Fahrul. 2008. Perjanjian linggarjati . www.Google.com. Di unduh tanggal 9 Maret 2013.
Ricklefs M.C.2008.Sejarah Indonesia Modern 1200-2008.PT Serambi Ilmu Semesta: Jakarta
Zulkipli .2008. agresi milter belanda 1 & 2  (PI) 1925. www.Google.com Di unduh tanggal 9  Maret 2013.

0 komentar:

Copyright © 2010 Jejak Sejarah | Design : Noyod.Com | Images: Moutonzare